Harusnya kita malu pernah mengeluh

Baru saja saya mendengar sebuah cerita yang bagi saya sangat mengarukan dari seseorang yang baru pulang dari kampung halamannya di pedalaman Sumatera Selatan sana. Tempat tinggal nya adalah sebuah desa kecil yang cukup terpencil. Di desanya tinggal lah seorang Bapak dan anaknya yang masih berumur kurang lebih 4 tahun. Ibu dari sang anak telah meninggal dunia. Sementara sang Bapak bekerja sebagai seorang buruh kebun(mengelola kebun milik orang lain). Tidak setiap waktu sang Bapak bisa mengurus kebun orang lain, kadang kala jika tidak ada orang yang mau di kelola kebunnya maka sang Bapak tidak mendapatkan penghasilan apa-apa alias menganggur. Oh iya, biasanya kebun disana adalah jenis Kopi dan Durian.

Kebun yang saya maksud disini bukanlah kebun teh atau seperti sawah seperti di film-film dimana di kebunnya sudah ada jalan dan biasanya sudah banyak perumahan penduduk di sekitar kebun tersebut. Kebun yang saya maksud tidak jauh beda dengan hutan(letaknya di dalam hutan), dimana di sana tidak ada sama sekali rumah penduduk. Masalah binatang buas jangan di tanya, babi hutan, ular, monyet, landak sangat sering terlihat disana.. bahkan harimau pun sesekali terlihat. Karena jaraknya yang jauh dari desa, biasanya orang yang berkebun akan bermalam di kebun mereka hingga beberapa hari. Tiap kebun orang biasanya didirikan sebuah rumah panggung untuk tempat tinggal dan menyimpan sementara hasil panen.


Mengurus sebuah kebun bukanlah pekerjaan mudah. Jarak tempuh dari desanya ke kebun itu sendiri sekitar 4 jam - 1 hari perjalan(ada banyak kebun disana). Dan jalur yang di lewati tidak hanya darat, tapi harus menyeberangi sungai juga(bahkan sampai 4 kali). Karena tidak mungkin pulang pergi ke kebun setiap hari, jadi biasanya sang Bapak pulang 1 minggu sekali dari kebun tersebut. Setiap sang bapak pergi ke kebun, biasanya sang Bapak membawa beras dari rumah untuk bekal selama 1 minggu, dan lauknya adalah... cabai dan garam... Yah, tinggal di kota pun kita belum tentu mau makan dengan lauk ini..

Sang anak telah kehilangan ibunya dan tinggal berdua bersama Bapaknya. Sang anak yang masih amat sangat kecil itu kemana-mana cuma mau sama Bapaknya. Sang bapak pun pasti ga enak kalo mau menitipkan sang anak dengan tetangga, karena hampir seluruh hari-hari sang Bapak adalah di dalam hutan. Walhasil sang anak yang masih sangat halus tersebut selalu ikut Bapaknya masuk menjelajahi hutan dan tinggal di dalamnya bersama sang Bapak. Yah, karena sang Bapak tau anak nya yang masih kecil tak akan kuat menempuh perjalanan di hutan sejauh itu, maka sang bapak biasanya memasukkan sang anak ke dalam bake(ranjang dukung yang biasa dipakai mengangkat buah-buahan) dan menggendongnya. Dan tentu, sang bapak memikul anaknya hingga sampai ke tempat tujuan. Walau lelah, keringat telah mengucur deras, punggung mulai rapuh dimakan waktu, tapi sang bapak tetap akan memikul anak kesayangannya dengan sekuat tenaganya. Mungkin baginya hanya anak nya itu lah satu-satu nya alasan dia menjalani semua ini dan satu-satunya cara membuktikan cintanya pada sang Istri yang telah tiada... Setelah sudah sampai di dalam kebun itu, mereka berdua akan tinggal menetap selama kurang lebih 1 minggu di dalam hutan. Tentu resiko ada nya binatang buas di dalam hutan sangat terbuka. Bisakah anda bayangkan jika tiba-tiba salah satu dari mereka diserang ular?? dan tidak ada orang disana. Dan ternyata faktanya kejadian orang mati di dalam hutan disana memang tidak sedikit..

Sedikit cerita yang membuat saya sedih. Suatu hari sang anak dan sang Bapak pergi ke kalangan(pasar mingguan yang biasa di gelar di desa-desa). Tiba-tiba sang anak hilang, setelah dicari ternyata sang anak sedang asyik melihat lapak mobil mainan dan merengek lah sang anak pada sang Bapak untuk di belikan. Karena tidak punya uang, sang Bapak pun tidak bisa membelikan. Setelah kejadian tersebut tidak tau kenapa  sang anak sakit hingga seminggu lamanya. Tetangga terdekat memberikannya obat penurun demam, tapi tetap tidak sembuh. Hingga suatu hari tetangga nya tahu kalo sang anak sakit setelah tidak di belikan mobil-mobilan. Akhirnya ada tetangga yang memberikan anak itu mobil-mobilan dan sang anak yang masih berada di gendongan Bapaknya langsung turun dari gendongan Bapaknya dan menyambut mobil tadi dengan riang. Yah, semenjak saat itu demam sang anak berangsur menurun dan akhirnya sembuh tanpa harus di bawa ke Puskesmas. Sekali lagi, saat kecil saya sering kali merengek meminta sesuatu, tapi saya tetap saja mengeluh jika melihat mainan teman saya yang lainnya lebih bagus dari punya saya. Padahal sang anak?? dia hanya bisa berkhayal merasakan "bagaimana sih rasanya memiliki sebuah mainan mobil-mobilan??". Mungkin di dalam hatinya berkata "Andai aku punya mobil-mobilan, pasti akan ku bawa ke hutan agar ada yang menemaniku saat aku sendirian di tinggal Bapak yang sibuk mengurus kebun...".

Sebuah cerita lucu tapi sangat sedih dibayangkan. Suatu hari ada tetangga dari keluarga tersebut memberikan 1 bungkus mie instant kepada sang anak. Sang anak pun berlari girang(mie instant sangat mewah baginya) dan membawanya ke rumah. Tiba-tiba sang anak kembali lagi ke rumah tetangganya tersebut, dan menangis sambil mengadu pada ibu yang telah memberinya mie instant tadi "Ibu, mie yang tadi dimakan oleh Bapak, hiks...hiks..". Lucu sekaligus sedih mendengarnya, tapi untunglah sang ibu memberikannya mie instant lagi dan sang Anak pun kembali tertawa. Pernah juga sang anak di beri temannya jajanan, jajanan tersebut di pegangnya erat-erat dan tidak cepat dimakannya. Ternyata anak tersebut tidak mau menghabiskan makanan yang baginya amat sangat mewah tersebut, yah dia ingin selalu memilikinya... Sang anak sendiri sering keluar rumah menggunakan jaket bapaknya yang amat sangat besar. Yah dia tidak ada pakaian lain lagi...


Saya tidak tahu apakah apa yang dilewati keluarga tersebut berat atau tidak untuk ukuran anda. Mungkin sedikit perbandingan, saya pernah naik gunung(Gede dan Lawu). Saya menaikinya dengan sebuah tas berisi pakaian dan bekal. Kurang lebih 1 hari 1 malam saya tempuh perjalanan mulai naik hingga turun kembali ke kaki gunung. Dan saya menaiki gunung bersama teman-teman saya dimana masing-masing dari kami membawa bekal yang cukup lezat(indomie, roti, sosis..) dan perlengkapan lainnya(sleeping bag, tenda, baju tebal, dll). Setiap turun gunung kaki dan punggung saya serasa mau patah, biasanya baru hilang pegal-pegalnya secara total setelah seminggu. Berawal dari pengalaman saya sendiri, jujur saya ga kebayang kesulitan yang ditanggung sang bapak. Dia memikul bekal, perlengkapan, dan anaknya sendirian. Bahkan kalo sudah masa panen, berarti dia harus memikul juga hasil panennya. Makanan??? dia hanya bawa beras, cabai, dan garam(kalo lagi ada uang dia beli mie instant).  Sama halnya seperti anaknya, disaat anak-anak lain di kota sana bisa sekolah dan bermain, sang anak harus menghabiskan hari-hari nya berdua bersama bapaknya di dalam hutan. Hari-hari yang harusnya diisi dengan teman-teman sebayanya, malah harus di habiskannya untuk menemani bapaknya di dalam hutan... Bisa saya bayangkan betapa menderita nya tubuh kecil nya itu bila di sengat lebah atau nyamuk hutan, kalian tahu kan gimana ganas dan sakitnya sengatan nyamuk hutan di banding nyamuk di kota??. Dan dinginnya di dalam hutan tentu pasti akan di alami oleh tubuh kecilnya tersebut...

Jujur, saya teringat film CJ7 yang sangat mengharukan. Saat saya membayangkan betapa sulitnya jalan hidup mereka, saya malu pernah mengeluh akan apa yang sudah saya dapatkan. Saat makan saya tinggal beli, mau pergi kemana-mana saya ga akan capek jalan, tinggal naik angkot. Jika saya ingat lagi banyak hal yang membuat saya mengeluh, dan itu benar-benar memalukan setelah mendengar kisah ini...

Sesaat mendengar cerita ini, yang saya pikirkan adalah "Kapan ada seorang dermawan kaya raya yang mau membantu perekonomian orang-orang seperti ini??". Andai saja bisa dipindahkan 1% kekayaan keluHarusnya kita malu pernah mengeluh...arga Bakrie kepada mereka paling tidak akan mengurangi kesulitan mereka. Pemerintah? yah, tidak banyak yang bisa di harapkan. Jujur, saya bangga dan salut dengan Gubernur Sumsel atas program "Sekolah dan Berobat Gratis" nya, saya menyaksikan sendiri orang-orang miskin di sekitar rumah saya di Palembang bisa berobat tanpa dipungut biaya. Tapi ini masih belum cukup untuk mengatasi kemiskinan dan kesengasaraan. Yah, semoga akan ada program lain yang bisa mensejahterakan rakyatnya..

Ada satu hal yang saya yakini. Semakin banyak kesakitan yang di alami oleh seseorang, maka akan membuat orang tersebut menjadi jauh lebih kuat. Bahkan pemimpin-pemimpin terkenal sepanjang masa adalah orang-orang yang memiliki cerita amat sangat menyedihkan dalam hidupnya. Sebut saja Nabi Muhammad SAW, Genghis Khan, Napoleon Bonaparte, Bung Karno, dll... yah kita akan merinding mendengar kisah perjuangan mereka hingga bisa menjadi seorang pemimpin besar. Satu doa yang saya haturkan kepada sang Anak, semoga kelak kau menjadi orang besar yang akan memperhatikan nasib orang-orang sepertimu.. 

Ada satu hal yang belum saya ceritakan dimana pada akhirnya saya menanyakan sesuatu pada orang yang menceritakan cerita ini kepada saya, "Kenapa warga desa kamu ga berinisiatif nolongin tuh keluarga sih??" Dan dia menjawab "Siapa yang mau menolong, kebanyakan warga disana nasib nya tidak jauh berbeda seperti itu..."

Percayalah, masih banyak cerita yang jauh lebih menyedihkan dari ini. Huuuhh, jika kelak saya di berikan harta berlebih oleh Tuhan, semoga saya tidak di lupakanNya pada orang-orang yang kesulitan...

-- POPULAR POST --

Like us on Facebook
Follow us on Twitter
Recommend us on Google Plus